Saturday, 2 May 2015

Asal Usul Sabuk Karate by Karatedo Empty Hand

Siswa karate modern umumnya menganggap bahwa sistem peringkat kyu (sabuk warna) dan tingkat DAN (sabuk hitam ), adalah system tingkatan dari karate itu sendiri. Namun, faktanya bahwa karate sebagai beladiri tua di jepang, tetapi system pengembangan warna sabuk dan pringkat kyu berawal pada abad ke-20 . Kita mengetahui bahwa budaya Jepang cenderung sangat ketat dan terstruktur. Hampir setiap kesenian tradisional yang mungkin (Anda ingin belajar di Jepang), dari merangkai bunga (ikebana) kaligrafi (shodo), semua dilengkapi dengan serangkaian progresif sendiri dari jajaran formal. begitu juga dengan seni bela diri. 

Beberapa seni bela diri Jepang awalnya digunakan sistem tiga-peringkat yang melibatkan pemberian sertifikat.antara lain pertama, shodan yaitu menandakan pemula; kedua, chudan, menunjukkan peringkat menengah; dan ketiga, jodan, atau peringkat atas
Standardisasi Persyaratan Pringkat

Pada tahun 1938 dewan Butoku - kai memanggil semua sekolah /perguruan karate yang ada untuk mendaftar secara resmi, dan tujuan pertemuan penting tersebut adalah untuk tujuan standardisasi persyaratan peringkat (sesuatu yang belum pernah dilakukan) . Dengan demikian berbagai gaya karate Jepang (Wado - ryu , Shito - ryu , Kushin - ryu , Jepang Kempo , Shindo - jinen - ryu , Gojo - ryu dan Shotokan) bersama sama di bawah satu set standar penilaian yang baku dan Ironisnya , Funakoshi dianugerahi gelar Renshi nya oleh dewan Butoku - kai , yang duduk sebagai presidennya adalah salah satu siswanya sendiri, Koyu Konishi. Sementara itu Chojun Miyagi (1888-1953) , pendiri Okinawa dari Gojo - ryu, adalah karate ka penerima pertama Anugerah kyoshi (master atau " asisten profesor ") dari Butoku - kai tahun 1937.

Sistem peringkat Kyu / Dan sebenarnya dirancang sekitar masa pergantian abad oleh seniman beladiri Jepang Dr. Jigoro Kano (1860-1938). Dr Kano mengambil dari seni samurai seni pertempuran medan perang, jujitsu atau Aikijutsu dan dimodifikasi sehingga dapat menghilangkan aspek yang benar-benar berbahaya dan membuatnya aman untuk praktek sebagai olahraga. Sebagai sebuah olahraga baru, judo, ia diperkenalkan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dan kelas kelas sekolah Jepang. Dr. Jigoro Kano, adalah pendiri Judo Modern. Dr. Jigoro kano merancang system perwarnaan Sabuk ini ditujukan untuk melihat kemajuan siswa dalam belajar beladiri.

Funakoshi yang menjadi sahabat dekat aristokrat Dr. Jigoro Kano, pada akhir tahun 1930-an telah mengembangkan seragam karate atau gi modern sebagai versi yang lebih ringan dari pada rancangan Dr. Kano sebagai judo gi yang sangat berat. Dia akhirnya memutuskan bahwa warna dan Karate gi yang ia kembangkan akan sesuai untuk sistem warna-belt karate dan menginstruksikan kepada murid muridnya untuk menerapkan system pewarnaan sabuk karate. 

Sistem Tingkatan sabuk yang dirancang oleh Kano telah diterima oleh Butoku-kai terdiri dari enam kyu (warna-belt) nilai, tiga putih dan tiga coklat, dan sepuluh Dan (sabuk hitam). Funakoshi mengadopsi sistem yang sama ini untuk karate setelah 1922, dan pada tanggal 12 April 1924, ia dianugerahi sabuk hitam karate pertama dan peringkat Dan, kemudian berkembanglah bermacam macam warna sabuk sesuai perguruan masing masing tetapi yang paling utama setiap karateka pemula dipastikan mengenakan Sabuk putih, dan kyu terakhir seorang karateka adalah sabuk coklat sebelum menaiki tahapan DAN yakni sabuk Hitam 

ANEKDOT

Ada cerita Anekdot atau cerita spekulatif bahwa warna sabuk (sebagai indikator dari peringkat) berasal kebiasaan aneh mencuci semua pakaian pelatihan kecuali sabuk. Jadi sabuk pelatihan berkembang awalnya putih pertama akan berubah kuning, lalu kuning-coklat kehijauan, kamudian cokelat benar-benar kotor, dan akhirnya hitam (Karena Kotor). Akhirnya, mereka mengatakan, perkembangan ini sebaiknya diformalkan sebagai putih, kuning, hijau, coklat dan hitam sebagai jajaran sabuk. Nah, itu cerita yang bagus, tapi mungkin tidak benar. 

Meski begitu, beberapa praktisi karate modern tidak mencuci ikat pinggang mereka, berharap sabuknya mencapai tampilan usang dan kasar sebagai bukti mereka bertahun tahun berlatih secara keras. selainnya untuk mencapai bentuk sabuk yang usang secara cepat ada juga karateka yang mencuci sabuknya sehingga melunturkan warna nya sehingga akan kelihatan usang, dan yang lain nya lebih memilih untuk mengenakan sabuk baru setiap saat dan ini adalah masalah preferensi pribadi. 

Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi seorang master akan menghadiahi sabuk hitam tua dan compang-camping untuk siswa favoritnya atau penggantinya, yang akan melestarikan sebagai kenang-kenangan berharga dan memakainya sebagai lambang kebanggaan dan kehormatan untuk gurunya. Meskipun tidak dianjurkan beberapa perguruan/perorangan pemegang sabuk hitam untuk menyulam nama mereka (dan mungkin juga nama gaya/aliran mereka) dengan benang emas mnggunakan karakter Jepang.



Sabuk Putih (Shirobi)


Melambangkan kemurnian dan kesucian. Kemurnian dan kesucian ini merupakan kondisi dasar dari pemula untuk menerima dan mengolah hasil latihan dari guru masing-masing. Artinya berkembang atau tidaknya karateka ini tergantung dari apa yang diberikan oleh senpai atau sensei mereka. Kemudian, setelah materi atau nilai Karate telah disampaikan sesuai dengan apa yang seharusnya, selanjutnya tanggung jawab ada pada masing-masing individu.


Sabuk Kuning (Kirobi)

Melambangkan warna matahari yang di ibarat kan bahwa karateka telah melihat “hari baru” di mana dia telah mampu memahami semangat Karate, berkembang dalam karakter kepri badiannya dan juga teknik yang telah dipelajari. Sabuk kuning juga merupakan tahapan terakhir dari seorang “pemula” dan biasanya sudah mulai belajar tahapan tahapan gerakan kumite bahkan ada juga yg mulai turun di suatu turnamen.
  

Sabuk Hijau (Modoriobi): 

Sabuk ini merepre sentasikan warna rumput dan pepohonan. Pemegang sabuk hijau ini sudah harus mampu memahami dan menggali lebih dalam lagi segala sesuatu yang berkaitan dengan karate seiring dengan bertumbuhnya semangat dan teknik gerakan yang sudah dikua sainya. Sifat dari warna hijau ini adalah pertumbuhan dan harmoni dengan demikian seorang karateka sabuk hijau diharap kan dalam proses pertumbuhannya mulai bisa memberi-kan harmoni dan keseimbangan bagi ling kungan.


Sabuk Biru (Aiobi)

Warna sabuk ini melambangkan samudera dan langit. Artinya karateka harus mempunyai semang- at luas seperti angkasa dan sedalam samudera. Karateka harus sudah mampu memulai berani untuk menghadapi tantangan yang dihadapinya dengan semangat tinggi dan berfikir bahwa proses latihan adalah sesuatu yang menyenangkan dan bisa merasakan manfaat yang didapatkan. Karateka harus sudah bisa mengontrol emosi dan berdisiplin.
 

Sabuk Coklat (Chaobi) 
Warna sabuk ini dilambangkan deng an tanah. Sifat warna ini adalah stabilitas dan bobot. Artinya seorang karateka pemegang sabuk coklat mulai dari tingkatan kyu 2 sampai 1 harus bisa memberikan kestabilan sikap, kemampuan yang lebih dari pemegang sabuk di  bawahnya, dan juga sikap melindungi bagi junior-juniornya. Selain itu, sikap yang harus dimiliki adalah sikap menjejak bumi (down to earth) dan rendah hati pada sesama.
Sabuk Hitam (Kuroobi/Dan) :
Warna hitam sendiri melambangkan keteguhan dan sikap ke percayaan diri yang didasari pada nilai kebaikan universal. Warna sabuk ini menjadi idaman bagi setiap karateka untuk men dapatkannya. Namun, di balik semua prestise sabuk hitam terdapat tanggung jawab besar dari karateka. Pada tahap ini, pemegang sabuk hitam mulai dari Dan 1 sampai selanjut nya sebenarnya baru memasuki tahap untuk mendalami karate yang lebih mendalam. Teknik maupun penguasaan makna hakiki dari kebaikan nilai karate sudah harus menjadi bagian dari karateka.



No comments:

Post a Comment